Laman

Rabu, 28 Oktober 2009

Cantik

Gadis kampung ku pulang mandi sore di sungai.

Jalan menanjak perlahan
Lehernya mengeras halus menjungjung cucian
Bahu terbuka ada butir air seakan mutiara jatuh perlahan
Matanya melirik tanah jari kaki mencekam kokoh

Kami selisih
Dia senyum

Kain melilit trubuhnya terkuak sedikit ke tepi
Kutoleh tampak betis penuh padi
Gontai macan tutul asli
Terbayang sampai kini

Gimut. Jakarta Juni 2009

Senin, 12 Oktober 2009

Nami-Nami Anak Beru

Punya bini dan melahirkan anak. Kemudian anak itu dewasa dan ketemu jodoh. Orang tua menikahkan anak dengan pesta adat meriah. Itu mah biasa kata orang Jakarta.
Ada yang luar biasa. Bukan bini yang melahirkan tapi pesta pernikahan adat untuk anak itu dibuat meriah. Keluarga yang di undang juga suka datang menghadiri alias injoy datang memenuhi undangan yang diterima. Apakah yang mengaturnya sehingga terjadi pesta pernikahan adat berlangsung meriah? Waktu, dana, pemikiran, kesibukan tersita layaknya anak sendiri akan memasuki upacara pernikahan. Persiapan melelahkan tak kurang dari, seandainya anak dari bini yang bakal manggung di pelaminan. Detak jiwa suami istri akan suasana yang akan terjadi di hari "H" kadang penuh rasa hawatir. Apa yang akan disandang dan sudahkah pantas busana yang akan digunakan dan sebagainya. Persiapan tidak kurang seandainya anak yang dikandung bini yang melengkungkan janur kuning di gedung pertemuan yang megah. Bagaimana bisa terjadi?
Kebajikan-kebajikan para leluhur, itulah jawabannya.

Kegiatan adat ini tidak sembarang keluarga bisa melakukan, kesempatan muncul untuk melakukan juga tidak sama bagi tiap keluarga Suku Karo.
Bisa saja terjadi seumur yang ada tidak pernah muncul kesempatan untuk melakukan kegiatan adat yang satu ini. Adat yang mengatur keluarga mana yang harus atau bokeh mengemban pelaksanaan pesta pernikahan adat buat anak yang bukan dilahirkan oleh bini sendiri.
Kebajikan-kebajikan para leluhur, itulah yang mengaturnya.

Satu kebajikan para leluhur, sebagai makna kehidupan serat muatan dan sangat penuh arti
dalam kehidupan Suku Karo adalah "nami-nami anakberu". Kegiatan yang dikemukan di atas merupakan salah satu wujud nyata aplikasi "nami-nami anakberu"
"Metami man anaberu", alias usaha tak pernah henti untuk menyenangkan hati keluarga pemberi anak dara pada keluarga kita, begitu kata kebijakan yang diturunwariskan oleh para leluhur Suku Karo.

Semoga lestari kebajikan-kebajikan yang diturunwariskan para leluhur Suku Karo.


Dame Munthe, Jakarta 15102009.