Laman

Kamis, 20 Desember 2012

Umang Suka Memberi

Re: Potensi emas negeri kita (KARO, EMAS DAN UMANG).
Posted By: Thu Dec 20, 2012 1:14 pm  |
Sebuah laporan yang ditulis di masa kolonial mengatakan, pandai emas dari Karo merupakan pandai emas terbaik di Nusantara. Dia menambahkan, penggalian emas telah lama dilakukan oleh orang-orang Karo sendiri. Salah satu bekasnya adalah Deleng Pengkuruken di perbatasan Kabupaten Karo dengan Kabupaten Langkat.

Saya tertarik pada laporan itu. Apalagi saya pernah mendapat sebuah proyek memimpin penelitian tentang berbagai perhiasan yang terbuat dari logam di semua suku di Sumatera Utara. Bekas-bekas kehebatan Karo dalam pertukangan emas ini masih terlhat sampai sekarang. Kayaknya tidak ada toko/ tukang emas di Kabupaten Karo yang diusahai orang lain selain oleh orang-orang Karo sendiri. Di Medan, selain orang-orang Tionghoa, sepertinya hanya orang-orang Karo yang memiliki toko emas. Di Binjai dan Siantar banyak orang Karo yang berusaha toko emas.

Dua tahun lalu, saya melihat baliho raksasa di beberapa tempat di Medan yang mengiklankan sebuah toko emas Karo. Pemilihan Gubsu dan Presiden RI saja tak pernah memasang baliho sebesar itu.

Sewaktu menelusuri sejarah emas di Karo, saya mendapat informasi dari beberapa guru (dukun Karo) bahwa di Gunung X terkandung emas yang lumayan banyak. Lalu, saya tanyakan kepada mama yang sekarang Kepala Pusat Sumber Daya
Geologi itu (Calvin Karo-karo Gurusinga) apakah memang benar ada kandungan emas di Gunung X itu. Dia agak tersontak mendengarnya (Saat itu mama ini baru saja menyelesaikan master dari Inggris dan dia mengunjungi impalna, ayah saya, ke rumah di Medan).

"Ja nari tehndu?" katanya membalas. Aku katakan, informasi dari beberapa guru

"Benar, tapi masih terlalu muda untuk ditambang," katanya.

Yang menarik bagi saya bukan emasnya. Hehehehe ...... Kok guru-guru Karo bisa tau ada kandungan emas? 

Masih berdasarkan feeling (belum didasarkan pada perhitungan ilmiah sama sekali), tapi bukan pula asal feeling (karena berdasarkan banyak pengamatan langsung), saya menduga pembuatan gua-gua umang  ada kaitannya dengan pencarian emas di masa pre kolonial.

Perlu kita perhitungkan, dalam banyak mitos Karo, dikatakan bahwa orang-orang Karo mempelajari beberapa "tradisi modern" dari umang. Menurut mitos Raja Bekelewet, umanglah yang mengajari orang Karo beralih dari pertanian menanam secara setek ke pembudidayaan biji (seperti halnya menanam padi). Dalam kepercayaan orang-orang lama yang sering saya dengar di masa kanak-kanak, orang yang bertemu umang (babaken umang) biasanya diberi oleh-oleh emas ketika dilepas pulang.

Saya agak berbeda posisi dengan Kaka M.U. Ginting dan impal Kikin Tarigan dalam membuat hipotesis mengenai umang. Seperti halnya beberapa peneliti di masa kolonial (contohnya J.H. Neumann), M.U. Ginting dan Kikin menduga umang sebagai sisa-sisa manusia purba yang terdesak oleh kedatangan manusia-manusia modern seperti kita.

Boleh jadi mereka benar, tapi yang menjadi ganjalan bagi saya, mengapa orang-orang Karo dan mitos-mitosnya menganggap umang sebagai sumber peradaban modern? Jangan lupa asal usul rumah adat Karo yang katanya adalah Rumah Si Pitu Ruang. Menurut mitosnya, Rumah Si Pitu Ruang dibangun oleh para umang sebagai emas kawin ketika Raja Umang mengawini putri Sibayak Ajinembah bernama Beru Buaten (yang menjadi asal usul nama Deleng Sibuaten). Sebelum ada Rumah Si Pitu Ruang, orang-orang Karo konon tinggal di barung-barung ('farm houses').

Benar atau tidak, menurut kepercayaan lama Karo, umang memiliki pengetahuan, teknologi dan peradaban lebih tinggi dari orang-orang Karo. Dari sisi itu, saya menjadi tertarik pada konsep sastra klasik tentang Noble Savage (silahkan lihat Wikipedia tentang Noble Savage).

Satu hal lagi yang istimewa, saya menemukan gua-gua umang hanya di wilayah tradisional Karo (Langkat, Deliserdang, Kabupaten Karo, Kabupaten Simalungun dan kemungkinan besar di Taneh Pinem Kabupaten Dairi). Saya sudah pernah cari ke Aceh Tenggara, Tapanuli, Nias dan Sumatra Barat dengan menanyai orang-orang desa. Konsep homang memang ada di Simalungun, Toba dan Mandailing, tapi gua umang yang jelas-jelas buatan tangan manusia (dipahat dan berukir) itu hanya ditemukan di wilayah tradisional Karo. Setelah memeriksa literatur, rasanya tidak terlalu takabur mengatakan, hanya di Karo, tak ada di tempat lain di dunia ini gua umang.

Hal seperti itu sudah sering saya ceritakan kepada banyak orang Karo dan pernah saya tulis satu halaman dengan foto besar sekali di cover belakang Tabloid SORA SIRULO, tapi kok sepertinya tak ada orang Karo tertarik. Serasa kandas dan dada sesak. Sama halnya dengan seruan-seruan kami tentang Benteng Putri Hijau. 


Kacar-kacar kucur-kucur, manjar-anjar usur-usur, arih. :D

Juara R. Ginting







1 komentar:

Unknown mengatakan...

Izin share Kila ya....