Laman

Minggu, 27 Juli 2008

Suami Istri di Rumah Adat


CAPAH DAN KUDIN TANEH


Delapan rumahtangga tinggal dalam satu bangunan dan tiap rumahtangga mengemban satu fungsi adat yang unik. Besar kemungkin, hanya ada dalam budaya Suku Karo. Sehingga rumah hunian bersama itu disebut rumah adat alias hunian tempat diaplikasikannya adat dan tradisi kehidupan Suku Karo
Petak hunian tiap rumahtangga, paling 3m X 4m luasnya. Disitu memasak, makan sekeluarga termasuk cuci piring. Begitu pula tidur sekeluarga, ibu ayah dan anak yang belum akilbalik. Anak yang sudah akil balik, tidur di lumbung padi buat anak laki-laki dan anak perempuanya tidur di jambur semacam ruang pertemuan warga desa.

Aktivitas keluarga lainnya juga dilakukan disitu. Menerima tamu keluarga keperluan penting misalnya. Atau kunjungan semacam menyambut tahun baru yang disebut kerjatahun. Dan disitu juga, menganyam tikar kalau kaum ibu belum mengantuk sehabis makan malam. Seandainya punya kasur busa untuk tempat berbaring pun tidak pratis, karena harus digulung habis pakai. Menyita tempat. Memang di tahun 60 an kasur atau tilam belum merupakan prabot rumahtangga yang umum dalam rumah adat.

Sederhana saja harta benda keluarga di hunian. Peralatan masak memasak yang disusun atau disangkutkan di atas langit langit tungku. Ada empat tungku masak. Satu tungku digunakan dua keluarga besisian. Jadi capah tempat makan terbuat dari kayu bentuk bundar luas permukaan hampir dua kali piring makan kini. Begitu pula kudin taneh alias periuk tanah yang biasa digunakan untuk merebus sayur dan lauk, ditempatkan di para tungku masak keluarga.
Pakaian yang tidak digunakan dimasukkan ke koper kaleng dan ditaruh rapat ke dinding dekat kepala kalau lagi berbaring.

Tampaknya konsep harta keluarga pun jadi sederhana pula. Lumbung padi. Lumbung padi penuh tak habis dipakai oleh keluaga dalam setahun merupakan dasar kebahagian rumahtangga dalam mengarungi kehidupan.
Memang ada tanaman keras di ladang, ada juga hewan di pelihara seperti babi lepas di bawah rumah adat. Termasuk lembu kerbau yang setiap pagi dituntun ke ladang. Kandang hewan itu, juga dibangun sekitar rumah adat. Hewan ini akan dijual untuk keperluan mendadak keluarga. Kotorn hewan dikumpulkan untuk jadi pupuk tananman di ladang.

Swasembana pangan dan swasembana pupuk. Mengemban fungsi adat dalam rumah adat maupun kekerabatan adat dalam satu desa. Menyatu dengan alam karena alam memberi kehidupan dan menyembah Penguasa alam yang diaplikasikan melalui kegiatan penyembahan yang diatur juga oleh adat.

Kehangatan kekerabatan antar keluarga dalam rumah adat berjalan baik alias setiap keluarga dapat mengemban tugas dan tangungjawab adat di dalam rumah adat yang menjadi fungsinya. Dan kekerabatan ini menjadi dasar budaya adat Suku Karo alias mengaplikasikan fungsi adat dalam tatanan kehidupan antar keluarga Suku Karo di luar rumah adat.

Kemabali ke salah satu tatanan kehidupan di dalam rumah adat, ada tradisi tertentu bahwa suami istri tidak boleh bertengkar di dalam riumah adat. Boleh bertengkar tapi tanpa suara.
Memang rumah adat sepi suara tiada ngerupi terbaha bahak di sana. Habis makan malam dan biasanya agak serentak waktunya. Pembicaraan anggota keluarga seperlunya saja. Kemudian kepala keluarga alias suami pergi minum ke kedai kopi. Di kedai sang ayah bisa canda, bahkan menganalisa kecenderungan politik segala.

Namanya suami istri, mestinya pernah bertengkar. Kalau pakai suara teriak segala tentunya terjadi ketika mereka di ladang berdua. Tak ada yang mendengar. Sebab antar ladang dulu itu jauh.

Bagaimana kalau tengkar pakai teriak segala dalam rumah adat. Tradisinnya, Tujuh keluarga lainnya di beri wewenang menghancurkan harta benda suami istri yang bertengkar. Sasaran empuknya adalah kudin taneh.
Takkan pernah ada keluaga yang melerai. Bertindak langsung, hancurkan harta benda yang ada.

Kehidupan leluhur Suku Karo di dalam hunian rumah adat sepi suara, sahdu dan anggun dalam kebersamaan penuh pesona. Kekerabatan adat dan tradisi memagari, hangat seperti kehangatan ruangan yang besar akibat api dan asap memasak hidangan malam pada ke empat tungku.
Walau petak hunian per rumah tangga sangat sempit namun hati kekeluargaan sangat lapang antar keluarga penghuni rumah adat. Hanya tawa ceria balita yang terdengar tentunya tangisnya juga kadang kala.



Jakarta, 16 Juli 2008


Dame Munthe. 0817826026. dame@data-e.com

Tidak ada komentar: